cover
Contact Name
Lukmanul Hakim
Contact Email
lukmanulhakim7419@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalmabasan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota mataram,
Nusa tenggara barat
INDONESIA
MABASAN
ISSN : 20859554     EISSN : 26212005     DOI : -
Core Subject : Education, Social,
MABASAN is a journal aiming to publish literary studies researches, either Indonesian, local, or foreign literatures. All articles in MABASAN have passed reviewing process by peer reviewers and edited by editors. MABASAN is published by Kantor Bahasa NTB twice times a year, in June and December.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol. 3 No. 1 (2009): Mabasan" : 9 Documents clear
Hakikat Hubungan Manusia dengan Tuhan dalam Perspektif Masyarakat Sasak: Kajian Etnolinguistik Lukmanul Hakim
MABASAN Vol. 3 No. 1 (2009): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (671.444 KB) | DOI: 10.26499/mab.v3i1.101

Abstract

Setiap masyarakat pasti memiliki cara pandang atau pandangan hidup sendiri-sendiri, tidak terkecuali masyarakat Sasak Lombok. Mengingat begitu beragamnya ekspresi kebudayaan yang disebabkan oleh pandangan hidup yang berbeda-beda pada masyarakat Lombok, penelitian ini hanya akan fokus untuk membahas dan menguraikan pandangan hidup orang Sasak di Lombok tentang hakikat hubungan manusia dengan Tuhan yang tercermin dalam bahasa atau ungkapan yang mereka pergunakan dalam kehidupan sehari-hari.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Sasak sangat mengangungkan dan menghormati Tuhan. Di antara bentuk pengormatan mereka kepada Tuhan adalah penggunaan bahasa halus jika bahasa tersebut berhubungan dengan Tuhan.
Nilai Waktu dalam Ungkapan Tradisional Bugis di Lombok: Sebuah Kajian Bahasa dan Budaya NFN Syarifuddin
MABASAN Vol. 3 No. 1 (2009): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (560.065 KB) | DOI: 10.26499/mab.v3i1.106

Abstract

 Bugies is one of ethnic that have lived nomad. They can be finding at any coastal area in Indonesia, and one of them is in Lombok Island. To holding out and succeed live in the foreign, the bugisnes must be apreciate times. The times reflection of traditional expression such as fore fathers advice and papaseng. The papaseng indicates that the times are always changes. A change of times can be happens such as change of an actor, activities, or something in real life. Then, one of positive thing that always do in Bugiesness real life is appriciate the times.The values which are consists in it always be guide for whole Bugisnes to realizing wishes in their real life.
Penyerapan Kosakata Bahasa Daerah ke dalam Bahasa Indonesia pada Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat Adi Budiwiyanto
MABASAN Vol. 3 No. 1 (2009): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.788 KB) | DOI: 10.26499/mab.v3i1.97

Abstract

 Multicultural and multilingual situation in Indonesia lead to language contact that allows borrowing among the languages. The borrowing of local languages, especially the cultural vocabulary, needs to be encouraged in Indonesia language development since the local languages are ‘seedlings’ for the Indonesian vocabulary. Moreover, the rapid growth of science and technology needs to be balanced with the growth of words or terms. This paper discusses the contribution of the local languages in Indonesia to Indonesian vocabulary, especially in the Indonesian Comprehensive Dictionary, the Fourth Edition. Besides, the domain of the words borrowed and the changes occurred, either the form or the meaning, are discussed as well.
Konservasi Nilai Budaya Indonesia melalui Bahasa Daerah Isti Purwaningtyas; Esti Junining
MABASAN Vol. 3 No. 1 (2009): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (236.139 KB) | DOI: 10.26499/mab.v3i1.102

Abstract

Pendidikan seni budaya, termasuk pendidikan budi pekerti, merupakan upaya paling mendasar yang harus diterapkan kepada anak-anak generasi bangsa, karena tanpa mengenal budaya Indonesia, maka pertumbuhan generasi akan kacau di masa datang. Efek dari hal ini adalah timbulnya demoralisasi atau kemerosotan moral di masyarakat. Misalnya, dalam masyarakat Jawa, kehalusan bertutur kata yang tercermin dalam stratifikasi bahasa Jawa sudah mengalami erosi berat. Anak-anak muda tidak lagi mau dan mampu berbahasa krama dengan orang tuanya dan dengan orang lain yang lebih tua sebagai wujud adanya rasa hormat. Apalagi pada era globalisasi saat ini, identitas budaya pribumi (lokal) dan budaya nasional makin musnah, tergerus oleh budaya global atau kultural dunia barat. Kecintaan budaya lokal dan nasional sangat penting demi kemajuan bangsa. Akar dan keberagaman budaya lokal dan nasional tersebut akan mampu mengikis masuknya budaya global yang negatif. Tidak hanya itu, perspektif budaya lokal akan mampu menyatukan komponen bangsa menuju keberhasilan pembangunan. Perangkat dan pengaruh globalisasi terhadap budaya dan seni masyarakat akan memudarkan aktivitas seni dan budaya lokal. Seni budaya lokal dan nasional yang sangat positif sangat perlu diterapkan menjadi materi pendidikan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, upaya peningkatan dalam menanamkan kecintaan terhadap budaya daerah dan nasional diterapkan di sekolah dengan berbagai kompetisi, kreativitas lomba budaya daerah terutama melalui lembaga-lembaga pendidikan formal dan non formal. Agar  pemilik dan penutur asli bahasa daerah sadar tentang begitu besar dan pentingnya fungsi bahasa daerah, perlu diupayakan peningkatan mutu pemakaian bahasa daerah, mencakup upaya meningkatkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan berbahasa daerah melalui jalur formal—pendidikan dan pengajaran di sekolah dan jalur informal--dengan memfungsikan bahasa daerah dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Bilingualisme dalam Perspektif Pengembangan Bahasa Indonesia Arif Izzak
MABASAN Vol. 3 No. 1 (2009): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (262.946 KB) | DOI: 10.26499/mab.v3i1.98

Abstract

Indonesia sebagai sebuah bangsa memiliki keragaman budaya dan bahasa yang sangat tinggi. Tingkat kemajemukan yang sangat tinggi ini tercermin dalam jumlah bahasa daerah yang dimiliki dan keragaman budaya adat istiadat suku bangsa yang mendiaminya. Indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa daerah yang mewakili setiap kelompok etnis. Jumlah Bahasa daerah terbanyak terdapat di Papua, lebih dari  200 bahasa daerah hidup di tanah Papua. Di samping kekayaan bahasa daerah, masyarakat Indonesia juga memiliki bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai bahasa persatuan yang dideklarasikan oleh seluruh komponen bangsa yang diwakili oleh kaum muda dari berbagai daerah pada tanggal 28 Oktober 1928 yang dikenal dengan peristiwa Sumpah Pemuda. Keputusan bahwa bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa nasional Indonesia sudah final bagi bangsa Indonesia.Dalam konteks keragaman bahasa, masyarakat Indonesia paling tidak menguasai dua bahasa yaitu bahasa daerah sebagai identitas asal daerahnya dan bahasa Indonesia sebagai identitas nasional. Bahasa pertama yang mereka peroleh saat mereka masih kanak-kanak dan bahasa Indonesia yang mereka kuasai sejak dini menyebabkan masyarakat Indonesia secara umum termasuk masyarakat yang bilingual. Kondisi masyarakat bahasa yang demikian pada akhirnya menjadi tantangan tersendiri terutama bagi pengembangan bahasa Indonesia. Kebijakan politik bahasa nasional yang telah menempatkan bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing pada fungsi, peran, dan kedudukan masing-masing pada praktiknya menjadi tidak mudah karena dinamika masyarakat bahasa yang bilingual.Pengembangan bahasa Indonesia masih banyak menemui hambatan baik yang datang dari dalam bahasa itu sendiri maupun dari luar bahasa. Hambatan dari dalam bisa berupa sikap bahasa yang kurang positif yang ditunjukkan oleh para penuturnya dan hambatan dari luar bisa berupa pengaruh dari bahasa-bahasa lain yang dianggap memunyai status dan kedudukan lebih tinggi dan lebih penting.
Lawas Samawa dalam Konfigurasi Budaya Nusantara Made Suyasa
MABASAN Vol. 3 No. 1 (2009): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.749 KB) | DOI: 10.26499/mab.v3i1.103

Abstract

Sastra lisan merupakan media pengungkap ekspresi manusia yang hidup dan berkembang pada masyarakat pemiliknya. Sastra lisan sebagai fenomena budaya merupakan cerminan dari kandungan nilai yang hidup pada masyarakat di zamannya, karena itu nilai budaya tersebut sangat bersifat konstektual. Masyarakat Sumbawa (Samawa) mempunyai karya sastra lisan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, salah satunya dalam bentuk puisi (lawas).Lawas dikenal luas pada masyarakat Samawa sejak zaman dahulu sampai saat ini. Lawas begitu melekat dalam kehidupan masyarakat Samawa sehingga lawas mempunyai berbagai bentuk ekspresi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya. Lawas yang mempunyai berbagai bentuk ekspresi disajikan dalam berbagai konfigurasi. Disadari atau tidak oleh masyarakat pemiliknya ternyata dalam perkembangannya lawas telah melahirkan berbagai konfigurasi sebagai gambaran keterbukaan masyarakat dalam menerima budaya orang lain yang dianggap masih sejalan dengan budaya Samawa. Konfigurasi ditunjukkan dalam bentuk (struktur), isi, dan penyajian lawas, seperti dalam penyajian lawas pada sakeco.Konfigurasi yang terbangun dalam sastra lisan lawas mencerminkan gambaran budaya Nusantara sebagai wujud persahabatan dan berterimanya terhadap budaya lain. Bentuk lawas mempunyai kesamaan dengan pantun Bugis dan patu’u Bima ditunjukkan dari jumlah baris, yakni yang mempunyai bentuk tiga baris. Isi lawas sangat kontektual. Peristiwa dalam berbagai lapisan masyarakat mampu terakomodasi dengan baik menjadikan lawas sebagai media persahabatan. Lawas sebagaimana sastra lisan yang lain ciri utama penyampaiannya dalam bentuk pertunjukkan seperti, sakeco, ngumang, begero, saketa yang memadukan berbagai peralatan seperti rebana ode/rea, serunae, genang dan sebagainya yang banyak digunakan oleh masyarakat di luar Samawa.
BAHASA, SASTRA, DAN KEARIFAN LOKAL DI INDONESIA Heddy Shri Ahimsa-Putra
MABASAN Vol. 3 No. 1 (2009): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (422.809 KB) | DOI: 10.26499/mab.v3i1.115

Abstract

Dalam artikel ini dikemukakan definisi penulis tentang konsep kearifan lokal dan kearifan tradisional. Dengan menggunakan definisi kearifan lokal sebagai dasar pembahasan, penulis mencoba mengungkap berbagai kearifan lokal dalam bahasa Jawa dan sastra Jawa, Babad Tanah Jawi. Kearifan lokal yang diketemukan antara lain adalah: (a) sisipan “-in-” dalam bahasa Jawa, yang jika dimanfaatkan untuk bahasa Indonesia akan dapat mengatasi beberapa masalah dalam penerjemahan kata-kata tertentu bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia; (b) beberapa istilah po-kok dalam falsafah seni tari Jawa; (c) kemampuan nalar Jawa menyatukan dua perangkat pandangan hidup dan nilai-nilai yang berbeda; (d) nilai budaya untuk me-nyelesaikan sengketa.
Bahasa Daerah sebagai Aset Nasional Bangsa Nurachman Hanafi
MABASAN Vol. 3 No. 1 (2009): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (358.477 KB) | DOI: 10.26499/mab.v3i1.104

Abstract

Keberadaan 270 BD di Indonesia sebenarnya sangat mengagumkan para peneliti asing karena tiap BD memiliki ciri khas pembedanya sehingga dapat dijadikan aset nasional untuk memperkaya dan mengembangkan Bahasa Indonesia (BI). Dengan menggunakan Teori Ekosistem ala Crystal (2000), akan dijelaskan bagaimana BD dapat berkontribusi dan apa kendalanya bagi pengayaan dan pengembangan BI sejalan amanat GBHN pada TAP MPR  No. IV/MPR/1987.
Identifikasi Mantra Suku Sasak di Lombok Syaiful Bahri
MABASAN Vol. 3 No. 1 (2009): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (669.36 KB) | DOI: 10.26499/mab.v3i1.105

Abstract

Mantra (uni kodèq, base beciq, kerante kodèq) dalam masyarakat suku Sasak terdiri atas sebelas jenis, yaitu senggègèr, senteguh, sengasih-asih, sengadang-adang, senjerit, sembongkem, sengkalis, sembalik/sempalik, sempoter, begik, dan jejampi. Sebelas jenis mantra tersebut diperoleh dengan melakukan wawancara secara langsung kepada orang yang mengetahui, terlepas dari masih atau tidaknya memercayai atau menggunakan mantra tersebut. Dari wawancara tersebut kadang didapatkan data-data tertulis berupa mantra-mantra. Setelah dilakukan pengidentifikasian, struktur mantra dalam masyarakat suku sasak terdiri dari judul, pembuka, pengandaian atau perumpamaan, tujuan, dan penutup.

Page 1 of 1 | Total Record : 9